Tuhan, jalan ini terlalu gelap tanpa cahaya-Mu

nabil
2 min readJul 12, 2024

--

Ini aku, yang lagi-lagi kehilangan arah.

Dini hari kepala ini selalu bermonolog, “Mengapa terasa begitu berat?” Padahal, tidak ada batu yang ditimpakan di atas pundak. Tetapi, entahlah. Entah bagaimana perasaan ini harus aku deskripsikan. Hari-hari hanya bergelut dengan resah dan gundah. Setiap menit detik yang terlewat dipenuhi gelisah.

Sebenarnya, apa ini?

Masih segar di kepala bagaimana hari-hari dahulu terasa lebih mudah. Aku mengingatnya dengan jelas. Dan kurasa, aku mengetahuinya dengan baik. Kalaitu, tidak ada secuil pun dunia tersisip dalam hati. Waktu itu, hanya ada nama-Mu yang menaungi.

Lalu mengapa aku seolah tidak bisa kembali?

Entah pada tikungan mana aku berbelok. Jalanan ini sama, hanya saja terasa lebih menakutkan. Sepanjang kaki ini menapak, tidak pernah kutemui kehangatan. Seharusnya ketika siang hari aku bisa bernafas lega. Setidaknya, ada cahaya mentari yang menerangi. Tapi, kegelapan itu tetap ada. Semakin malam semakin pekat. Tercekik, aku kehabisan napas. Menggigil, ini seperti di neraka yang tercipta oleh tipu daya dunia.

Namun tetap saja aku terlena.

Jarak yang kuciptakan dengan sadar ini terlalu jauh. Kupikir, tidak masalah menikmati dunia selagi masih ada. Mulanya memang menyenangkan. Lama-lama, aku lupa diri. Dibuai oleh kesenangan fana yang dengan rakus kucari-cari.

Hingga akhirnya tersesat dalam kesenangan yang menipu.

Kemana perginya cahaya yang selama ini menjadi penyelamat di saat aku hampir mati tenggelam dalam kepedihan? Walau bukan lagi anak kecil, aku masih butuh dituntun. Agar lebih baik. Agar lebih tenang. Agar lebih damai.

Aku butuh kembali.

Dan Kau sungguh tidak pernah kemana-mana.

Engkau tetap di sana. Mungkin melihat sejauh mana aku bisa berkelana. Pun demikian, tidak ada sedikitpun yang dicabut dariku melainkan ketenangan — yang sialnya, sangat aku butuhkan. Tapi, Kau masih di sana, ‘kan? Di singgasana tempat kau mengasihi makhluk-makhluk pongah seperti aku.

Tuhan, jalan ini terlalu gelap tanpa cahaya-Mu.

Aku tidak tahu apa yang menanti di ujung sana. Tidak yakin pula apakah aku mampu untuk sampai. Apapun itu, namun yang kuyakin adalah selama aku masih melangkah, kapan saja aku bisa mati ketakutan berjalan di sini sendirian, dalam kehampaan yang menyesakkan.

Karenanya, aku berlutut meminta kasih-Mu.

Tolong bawa aku kembali. Kepada masa di mana aku dapat membuka mata tanpa takut mati. Kepada waktu di mana aku dapat hidup tanpa perlu memalsukan diri.

Kepada jalan yang seharusnya aku tempuh atas pilihan-Mu. Kepada jalan yang dipenuhi cahaya-Mu. Kepada kehidupan yang Kau berkati.

Kepada kedamaian.

Kepada ketenangan.

I wrote this piece last year. And i think i need to reread and share this since i kinda feel the same way again.. it’s in my mother tongue (Bahasa Indonesia). If you want to read but you don’t speak Indonesian, you can translate it right away! :-)

--

--

nabil
nabil

Written by nabil

Find me through: @adzranabs on instagram

Responses (9)