Salah ada pada dunia yang terlalu kasar pada tangan mungilnya (dari sudut pandang Hoshikawa Yori)

nabil
2 min readJan 16, 2024

--

Tak apa kalau setiap hari gelapnya lorong itu harus kulalui dan lembabnya hutan belantara harus kujelajahi — sebab heningnya bangkai kereta tua itu satu-satunya tempat ku merasa aman. Tanpa mata-mata yang merendahkan, tanpa tawa-tawa yang mengucilkan, tanpa tangan-tangan yang menjatuhkan. Damai ada pada ilalang yang tingginya hampir sebadan, indahnya ada di setiap kelopak bunga yang selalu menjadi kesenangan.

Lelaki yang tahu nama bunga itu menyeramkan?

Tidak ada yang salah, kan? Toh aku adalah diriku. Tapi kacamata dunia dan manusia di dalamnya ternyata tidak sesederhana itu. Pikirku, hanya ada cinta di bumi yang kupijak. Namun penolakan demi penolakan membuatku berpikir kalau cinta hanya untuk orang normal. Aku hanya menjadi diriku. Tidak ada yang kusesali dari dorongan mereka yang membuatku jatuh di pagi hari maupun sentuhan tangan ayah dan bekas ungu kehitaman di kulit yang menghiasi. Karena terlepas dari apapun, sekali lagi, aku tetap diriku. Mungkin, dunia memang bukan tempat yang ramah untuk orang berbeda seperti aku.

Dia bilang aku selalu normal. Bahkan sejak dulu.

Tentu. Bahkan jikalau mereka bilang aku berotak babi. Maka, bagiku, itu adalah yang terbaik. Sungguh tiada keinginan lain yang tumbuh selain hidup sesuai inginku. Berkelana dengan sepeda, mendengar suara kucing, belajar dengan teman, mencinta sebebas yang lain.

Maka aku membawanya ke tempat di mana aku selalu bersembunyi ketika dunia terlalu berisik mengatai. Lorong gelap yang mulanya selalu kutapaki sendiri, kini sepanjang tanahnya ada empat jejak kaki. Gerbong kereta tua pun kini lebih berwarna lagi, tentu tawa kami yang mengisi. Meski di sekolah harus ada satu kepalsuan lagi, setidaknya sisi diriku yang ini diterima.

Dinosaurus akan datang lagi, dan kita akan hidup kembali.

Di dunia yang lebih hangat kepada orang yang berbeda, mungkin. Dengan teman-teman yang tidak lagi merundung, dengan ayah yang tidak lagi dengan mudah melayangkan amarahnya atasku, dengan ibu yang kembali sehangat dulu, dan tentu, dengan dia yang aku mau. Yakinku tempat semacam itu ada. Entah di belahan dunia mana, tapi semoga saat aku terlahir kembali, di sana lah aku dapat merasakan cinta yang dunia selalu tawarkan manisnya.

Inginku jelajahi sisi baik dunia yang ada di balik gerbang biru yang sudah berkarat itu. Dengan bebas aku akan berlari, merasakan hembusan angin bebas menabrak tubuhku. Tubuhku mungkin penuh luka, kaki ku mungkin lemah, dan jiwaku mungkin pengecut. Tapi bagiku, diriku adalah sebenar-benarnya yang aku mau. Maka tidak ada yang mampu menghalangi kemanapun kaki kecil ini akan melangkah. Ketika gerbang ringkih itu roboh, aku melihat mimpi sebesar cinta yang ku punya — maka aku akan mengejarnya, walau harus ke ujung dunia; tentunya bersama dia.

--

--

nabil
nabil

Written by nabil

Find me through: @adzranabs on instagram

Responses (3)